BAHYUDINNOR.COM - Kegiatan belajar-mengajar merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh pendidikan tersebut. Dalam rangka pelaksanaan fungsi dan tugas institusional itu guru menempatkan kedudukan figur sentral.
Ditangan para gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, serta ditangan mereka pulalah tergantungan masa depan karir para siswa yang menjadi tumpuan pada orang tuanya. Di dalam menunaikan peranannya yang maha penting itu para guru mempunyai tugas-tugas pokok antara lain bahwa ia harus mampu dan cakap merencanakan, mengevaluasi dan membimbing kegiatan belajar-mengajar. Dengan kata lain, agar para guru mampu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya, ia terlebih dahulu hendaknya memahami dengan seksama hal-hal yang bertalian dengan proses belajar-mengajar.
Proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai suatu interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. Interaksi yang terjadi seharusnya tidak berlangsung hanya dari satu arah, tetapi terjadi secara dua arah (timbal balik), dimana kedua pihak berperan dan berbuat secara aktif di dalam suatu kerangka kerja dan dengan menggunakan cara dan kerangka berfikir yang dipahami dan disepakati bersama.
Ada tiga komponen utama yang harus diperhatiakan dalam proses belajar mengajar menurut Loree yang dikutip oleh Syamsudin, Abin (1981; 142) yaitu komponen S (stimuli), O (organismic), dan R (response). Respon dalam hal ini berkaitan denag hasil belajar yang diharapkan, yitu perilaku kognitif, perilaku afektif, dan perilaku psikomotor.
Dalam pencapaian target hasil belajar ternyata tidak semudah yang kita harapkan, walaupun banyak hal yang berkaitan dengan komponen tugas pembelajaran telah diupayakan dan dirancang serta direncanakan dengan baik oleh guru, tetapi toh tetap belum bisa tercapai secara optimal. Kegagalan guru dalam proses pembelajaran akan berdampak langsung terhadap kegagalan pembangunan di bidang pendidikan. Oleh karena itu saat ini sangat dibutuhkan guru-guru yang tidak hanya mempunyai kualifikasi akademik tinggi, tetpai juga memiliki kreativitas, prakarsa, dan berani melakukan inovasi.
Dunia sekolah memang unik, penuh dengan kenangan bahkan bisa terbawa hingga dewasa baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Yang jelas anak sering terpicu untuk stres karena perasaan tegang dan takut. Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, salah satunya adalah sekolah sebagai ajang transfer ilmu membuat anak seperti dituntut untuk menguasai materi apa yang diajarkan.
1. Proses Belajar
Dalam proses pembelajaran ada komponen guru mengajar dan siswa belajar. Mekanisme siswa dalam proses belajar mengalami tiga tahap, yaitu tahap penerimaan input informasi, tahap pengolahan informasi, dan tahap ekspresi hasil pengolahan informasi. Keberhasilan setiap tahap mempengaruhi keberhasilan tahap berikutnya.
Dollar dan Miller yang dikutip oleh Syamsudin, Abin (1981;142) menegaskan bahwa keefektifan perilaku belajar dipengaruhi oleh empat hal, yaitu adanya motivasi, perhatian dan tahu sasaran, usaha, serta evaluasi dan pemantapan hasil.
Kadar motivasi, perhatian, dan usaha siswa dalam belajar dipengaruhi banyak hal, salah satu yang cukup mendasar adalah suasana belajar. Suasana belajar yang kurang kondusif akan memberikan pengaruh psikis maupun fisik siswa. Suasana belajar yang tegang akan menimbulkan rasa sakit kepala dan kecemasan yang hebat (mudah tegang dan takut dan sikapnya pasif, seakan-akan takut berbuat salah).
Suasana belajar yang membosankan karena kurang adanya variasi akan menimbulkan kejemuan atau membosankan pada siswa dan akan mudah menimbulkan keletihan. Jika kondisi ini terjadi, maka siswa akan mengalami kejenuhan belajar. Pada saat seperti ini siswa mengalami penurunan daya ingat dan tidak mampu lagi mengakomodasikan informasi atau pengalaman baru.
Keadaan tersebut di atas jika kita menggambarkan kemajuan hasil belajar siswa akan tampak sebagai garis mendatar, bahkan bisa menurun jika hal ini dibiarkan secara terus menerus.
2. Proses Mengajar
Guru dalam melaksanakan tugas mengajar tentunya telah didahului dengan perencanaan dan perancangan mengajar dengan memperhatikan segala aspek teori pembelajaran yang berkaitan dengan strategi, model, metode, dan media serta materi bahan ajar. Perncenaan mengajar yang baik belum bisa menjamin kepastian keberhasilan guru dalam mengajar. Hal ini karenakan dipengaruhi banyak faktor, salah satu faktor yang sering terabaikan adalah faktor non akademik guru dan siswa seperti misalnya emosi, keletihan, kejemuan, kebosanan, ketakutan, dan kecemasan dan lain sebagainya.
Guru sering beranggapan bahwa melaksanakan pekerjaan mengajar adalah sesuatu yang bersifat rutinitas belaka, asal sudah membuat persiapan mengajar beserta perangkat pembelajarannya dianggap sudah cukup, tanpa memperhatikan komponen organismic, yaitu karakteristik siswa yang sedang belajar (termasuk kondisi siswa saat sedang belajar) sehingga hasil belajar siswa tidak optimal, apalagi jika dikaitkan dengan pencpaian tujuan dampak pengiring belajar siswa, seperti kemampuan bekerja sama, pemantapan konsep diri, saling menghargai, kreativitas, kepemimpinan, kejujuran dan lain sebagainya jarang tersentuh oleh pemikiran guru.
Guru sering tidak menyadari bahwa objek yang dihadapi dalam mengajar adalah manusia yang mempunyai karakteristik yang unik dan berbeda-beda, serta mempunyai mood yang bisa berubah setiap saat. Belum lagi jika dikaitkan dengan lamanya waktu belajar siswa dalam satu hari yang berjalan setiap harinya secara rutinitas tanpa ada variasi akan menimbulkan masalah baru dalam proses interakasi interpersonal, antarpersonal, maupun dalam kelompok siswa, serta antara siswa dan guru. Jika hal ini dibiarkan terjadi secara terus menerus, maka dapat menibatkan kegagalan dalam kedua belah pihak, yaitu guru dan siswa.
3. Optimalisasi Otak dan Kreativitas Siswa Sangat Perlu
Pencapaian hasil belajar yang berkaitan dengan keterampilan psikomotorik dan afektif sering kesulitan dilakukan oleh guru, terutama yang berkaitan dengan keterampilan belajar dan keterampilan sosialisasi serta sikap-sikap yang berkaitan dengan softskill siswa. Hal ini dikarenakan guru hanya berpusat pada pelaksanaan pembelajaran yang telah terjadual secara rutin tanpa memperhatikan pentingnya faktor sentuhan atau trik guru di luar rutinitasnya dalam mengajar. Guru tidak berani melakukan inovasi yang kreatif dalam proses pembelajaran. Mereka beranggapan melakukan inovasi model, metode, atau media pembelajaran sudah cukup.
Padahal menghadapi masyarakat informasi seperti sekarang ini pengembangan kreativitas anak tidak bisa ditawar lagi. Kreativitas adalah modal yang bisa digunakan untuk melakukan inovasi dan reformasi dalam hal apa saja. Guru lebih cenderung memilih situasi aman dengan mematuhi birokrasi dalam mengerjakan aktivitas sesuai dengan prosedur, dan bukan pada kepentingan anak. Jika hal ini terjadi berkepanjangan, maka optimalisasi otak dan kreativitas anak tidak berkembang secara optimal, padahal pada diri anak besar kemungkinannya memiliki Hidden Excellent in Personhood yang bisa dikembangkan secara optimal.
4. Ice Breaking dalam Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran lebih sering terjadi secara rutin dan berjalan biasa- biasa saja sesuai dengan prosedur dan jadual yang telah ditentukan. Guru dalam melaksanakan pembelajaran lebih sering patuh terhadap rutinitas tersebut tanpa memperhatikan kondisi dan kebutuhan siswa, dan hal ini berjalan setiap jam, setiap hari , setiap minggu dan seterusnya sehingga sangat besar kemungkinan siswa mengalami keletihan, kebosanan, kecemasan, ketakutan dan kejenuhan.
Disamping itu guru juga jarang memperhatikan pengaruh pergantian jenis mata pelajaran pada saat pergantian jam pelajaran, apakah itu mengandung faktor keletihan, ataupun kesulitan, bahkan kejemuan akibat faktor jenis mata pelajaran ataupun guru yang kurang menyenangkan, itu semua jarang terpikirkan oleh guru. Mereka masuk begitu saja melaksanakan tugas mengajarnya. Hal ini jelas berpengaruh terhadap optimalisasi pencapaian tujuan belajar.
Ice breaking merupakan sentuhan aktivitas yang dapat digunakan untuk memecahkan kebekuan, kekalutan, kejemuan dan kejenuhan suasana sehingga menjadi mencair dan suasana bisa kembali pada keadaan semula (lebih kondusif). Jika sentuhan aktivitas ini diterapkan pada proses pembelajaran di kelas, maka besar kemungkinannya siswa kembali pada kondisi (semangat, motivasi, gairah belajar, kejemuan dan lain sebagainya) yang lebih baik.
Ice breaking dapat dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas, misalnya dalam bentuk cerita lucu dan bermakna dari guru, tebakan berhadiah, ataupun game-game. Aktivitas bisa dilakukan dalam waktu antara 5 – 15 menit tergantung pada kebutuhan.
Ice breaking bisa dilakukan pada saat kapan saja tergantung pada kondisi dan keperluan, serta bisa dilakukan oleh guru siapa saja. Dalam pelaksanaannya memang membutuhkan keterampilan dan kreativitas guru, terutama dalam memilih aktivitas yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Ada beberapa manfaat melakukan aktivitas ice breaking, diantaranya adalah: Menghilangkan kebosanan, kejemuan, kecemasan, dan keletihan karena bisa keluar sementara dari rutinitas pelajaran dengan melakukan aktivitas gerak bebas dan ceria.
- Melatih berpikir secara kreatif dan luas siswa.
- Mengembangkan dan mengoptimalkan otak dan kreativitas siswa.
- Melatih siswa berinteraksi dalam kelompok dan bekerja sama dalam satu tim.
- Melatih berpikir sistimatis dan kreatif untuk memecahkan masalah.
- Meningkatkan rasa percaya diri.
- Melatih menentukan strategi secara matang.
- Melatih kreativitas dengan bahan yang terbatas.
- Melatih konsentrasi, berani bertindak dan tidak takut salah.
- Merkatkan hubungan interpersonal yang renggang.
- Melatih untuk menghargai orang lain.
- Memantapkan konsep diri.
- Melatih jiwa kepemimpinan. m. Melatih bersikap ilmiah.
- Melatih mengambil keputusan dan tindakan.
Dari uraian di atas, maka ice breaking dapat dijadikan sebagai solusi untuk memcahkan masalah yang disebabkan faktor non akademik, serta untuk meningkatkan pencapaian tujuan pengiring, serta optimalisasi pencapaian tujuan pembelajaran.
5. Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa :Guru harus kreative dan berani melakukan inovasi pembelajaran dengan melakukan sentuhan aktivitas di luar rutinitas proses pembelajaran baik, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung lebih baik.
Optimalisasi otak dan kreativitas siswa sangat dibutuhkan melalui kegiatan- kegiatan non pelajaran (aktivitas ice breaking), dan perlu dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Ditulis Oleh Achmad Fanani
Dosen PGSD FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Key word: learning, routinity, boring, ice breaking
========