Pendidikan selama Satu Abad Kita percaya bahwa sekolah dan pendidikan merupakan bekal untuk murid kita mengisi masa depan. Pertanyaannya, Apakah hal-hal yang Ibu/ Bapak lakukan setiap hari di ruang kelas bisa membantu murid mengisi masa depannya? Pada modul ini kita akan bersama berefleksi mengenai praktik mengajar kita apakah sudah cukup menyiapkan murid di masa depan?
Selamat datang kembali di modul mendidik dan mengajar, kali ini kita akan mengulas materi pendidikan selama satu abad. Melihat perjalanan pendidikan nasional dari sudut pandang kihajardewantara mengenai cita-cita sistem pendidikan nasional.
Metode pengajaran di zaman kolonial Belanda yang menggunakan sistem pendidikan perintah dan sanksi tanpa sadar masuk ke dalam warisan cara guru-guru kita mendidik murid-muridnya bahkan mungkin sampai saat ini praktek itu masih saja berlangsung.
Misalnya masih ditemukan kasus kekerasan pada murid di sekolah murid mendapat hukuman atau sanksi ingat ketika mereka belum atau tidak mengerjakan perintah dari guru.
Contoh lain adalah sistem penilaian atau penghargaan yang terlalu berorientasi pada kecakapan kognitif misalnya kecakapan murid diukur dari hasil ujian sumatif yang menguji kecakapan kognitif semata akibatnya murid berusaha keras melatih kecakapannya dengan mengerjakan kisi-kisi soal ujian hingga mendapat nilai dan penghargaan dari sekolah.
Nah fokus pada orientasi kognitif ini menyebabkan perkembangan kecakapan sosial emosional mulai terabaikan. Di sisi lain jika murid belum mampu memenuhi tuntutan-tuntutan ujian sumatif yang sangat berat tidak jarang murid-murid kita mendapat penghakiman bahwa mereka ini dianggap gagal dalam belajar.
Sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda didasarkan atas diskriminasi yaitu adanya perbedaan perlakuan terhadap anak-anak pribumi untuk mendapatkan pendidikan yang sifatnya masih materialistik, individualistik dan intelektualistik. Hal ini bertentangan dengan keadaan dan kebudayaan bangsa timur sebagai perlawanan terhadap sistem yang diskriminatif ini Ki Hajar Dewantara menggagas perlunya sebuah sistem pendidikan yang Humanis dan transformatif yang dapat memelihara kedamaian dunia.
Ki Hajar Dewantara memperkenalkan sistem Among yaitu yang dikenal dengan slogannya ingarso Sung tulodo ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani.
Ingarso Sung Tulodo artinya seorang guru haruslah berkomitmen menjadi seorang teladan ia harus memberikan contoh yang baik
Ing Madyo Mangun artinya seorang guru haruslah membangkitkan atau menguatkan semangat murid-muridnya bukan orang yang melemahkan semangat.
Tut Wuri Handayanii yaitu seorang guru haruslah memberikan dorongan atau menjadikan murid-muridnya orang-orang yang mandiri atau orang-orang yang merdeka yang tumbuh kembang secara maksimal.
Inilah esensi dari merdeka belajar meskipun semboyan ini diingat dengan sangat baik oleh banyak guru dengan istilah tutwuri Handayani tetapi masih banyak juga yang belum memahami roh dan maknanya yaitu untuk kemerdekaan murid yang menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batinnya yang kemudian menjadi bagian dari jiwa-jiwa kita sebagai pendidik.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yang sesuai dengan bangsa kita adalah pendidikan yang Humanis kerakyatan dan kebangsaan.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut adalah gagasan yang melampaui zamannya dimana beliau hidup dan masih relevan hingga masa sekarang ini terbukti atas kepribadian bangsa Indonesia yaitu yang mengandung harkat diri dan kemanusiaan yang menjadi landasan praktek pendidikan saat ini. Tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain maka kita sebagai pendidik harus dapat menghayati pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yang Humanis yang terbukti masih relevan bahkan hingga masa kini dan akan mampu mengantarkan murid siap mengisi zamannya kelak.
Ki Hadjar Dewantara melihat bahwa sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda ini hanyalah Tempat pendidikan pikiran atau rasio yang menyebarkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan saja tanpa adanya pendidikan sosial emosional atau tanpa adanya oleh rasa.
Selain pendidikan kecerdasan atau keterampilan berfikir pendidikan cultural yaitu pendidikan yang berdasarkan garis bangsa dan budaya misalnya dengan menghargai proses belajar murid, merayakan setiap pencapaian pembelajarannya dan mengajar sesuai dengan kompetensinya juga sangat dibutuhkan oleh murid.
Pendidikan kultural ini akan melengkapi, mempertajam dan memperkaya pendidikan kecerdasan murid. Sifat pendidikan yang intelektualistis matrealistis kolonialis dan minimnya pengaruh kebudayaan yang kita alami pada zaman Belanda Jangan sampai terulang kembali
Kita sebagai pendidik perlu menjaganya dengan menyambungkan naluri tradisi dan kontinuitas dengan masa lampau.
model pendidikan dan pengajaran dan pengetahuan atau kecerdasan Alam barat mungkin dapat kita gunakan dengan syarat Pendidikan Kebudayaan dan nasional kita berikan kepada murid demi terwujudnya keluhuran manusia nusa dan bangsa serta menjadi bagian dari kesatuan perikemanusia an.
Untuk mencapai semua dasar utama yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu kemerdekaan setiap murid yang mampu mengatur dirinya sendiri agar murid-murid berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka dalam ketertiban bersama demi mewujudkan cita-cita pendidikan nasional.
Pendidikan nasional yang berdasarkan pada garis-garis ke dan bangsanya untuk berperikehidupan untuk mengangkat derajat rakyat dan negerinya serta setara bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain demi kemuliaan umat manusia didunia .
Maka pendidikan yang memerdekakan murid lah yang dapat menjadi pegangan kita sebagai pendidik untuk dapat mewujudkannya.
Hanya mengandalkan naluri mendidik tidaklah cukup kita juga perlu melengkapinya dengan ilmu pendidikan yang selaras dengan zamannya.
Tuntunan yang baik kepada murid didasarkan pada panduan atau teori atau pengetahuan tentang tuntunan yang terbaik sehingga pendidik dapat memberikan hak-hak kepada murid untuk berkesempatan mempelajari ilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan dan bakatnya agar sebagai pendidik kita dapat memberikan daya upaya yang terbaik dalam mendidik murid kita membutuhkan semacam pagar atau pelindung yaitu dukungan dari rakyat atau masyarakat untuk bersama-sama menjaga atau menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dari dalam diri murid-murid kita.
Mari Kita Renungkan bersama Apakah kita sudah mempraktekkan pembelajaran sesuai dengan cita-cita sistem pendidikan nasional yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara? Langkah apa yang dapat kita lakukan untuk bersama-sama kita bisa mewujudkannya?
Ringkasan
📚 Transkripnya membahas sejarah pendidikan di Indonesia selama satu abad terakhir, menyoroti pengaruh sistem pendidikan kolonial Belanda dan perlunya pendekatan yang lebih humanistik. Hal ini menekankan pentingnya membina keterampilan sosial dan emosional siswa di samping kemampuan kognitif.
Highlight
💡 Sistem pendidikan kolonial Belanda, berdasarkan perintah dan sanksi, telah meninggalkan warisan praktik seperti kekerasan terhadap siswa dan penekanan berlebihan pada keterampilan kognitif.
💡 Ki Hajar Dewantara mengusulkan sistem pendidikan yang lebih humanis dan transformatif yang berfokus pada teladan perilaku yang baik, menginspirasi siswa, dan menumbuhkan kemandirian mereka.
💡 Sistem pendidikan saat ini harus mengutamakan pembelajaran sosial dan emosional, merayakan prestasi siswa, dan memasukkan pendidikan budaya untuk menghindari terulangnya masa lalu.
Sumber Informasi: https://www.youtube.com/watch?v=9Jh7YtCBiR8